Tata Cara Menggelar Aqiqah yang Disunahkan, Aqiqah, wujud rasa syukur atas kelahiran Si Kecil untuk mendapat berkah. Bagaimana tata langkah pelaksanaannya?
Kelahiran Si Kecil tentu membawa kebahagiaan, ya, Moms. Ada satu urutan dalam Islam dalam menyambut kelahiran, yaitu aqiqah.
Jauh hari sebelum saat hari lahir tiba, tersedia baiknya Moms dan Dads buat persiapan budget-nya. Bukan cuma untuk biaya kelahiran dan segala perlengkapan Si Kecil, sebab tersedia budget terhitung yang dikeluarkan untuk jalankan aqiqah.
Aqiqah bisa disimpulkan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran bayi. Rasa syukur selanjutnya diwujudkan bersama dengan memotong kambing dan dibagikan kepada saudara, tetangga, dan mereka yang membutuhkan.
Aqiqah kerap diidentikan seperti pemotongan hewan kurban saat Idul Adha, tetapi tentu tekad dan tata langkah pelaksanaannya terdapat perbedaan.
Baca Juga: Anak Suka Menyisakan Makanan? Begini Menurut Pandangan Islam tips memilih kambing untuk aqiqah
Secara bahasa, aqiqah punyai makna “memotong” yang berasal berasal dari bahasa arab “al-qat’u”.
Terdapat terhitung definisi lain aqiqah yaitu nama rambut bayi yang baru dilahirkan. Menurut istilah, aqiqah adalah proses kegiatan menyembelih hewan ternak terhadap hari ketujuh sesudah bayi dilahirkan.
Berdasarkan tafsir sebagian besar ulama yang dinilai paling kuat, aqiqah hukumnya adalah sunnah muakad. Aqiqah menjadi ibadah yang penting dan diutamakan.
Bila bisa untuk melakukannya, orangtua sangat direkomendasi untuk jalankan aqiqah anaknya saat tetap bayi Aqiqah murah Jakarta .
Namun tentu sebab bukan wajib, maka bagi yang tidak bisa untuk melaksanakannya pun aqiqah boleh ditinggalkan tanpa berdosa.
Diriwayatkan Al-Hasan berasal dari Sammuroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda:
“Semua anak tergadaikan bersama dengan aqiqahnya yang disembelihkan terhadap hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberikan nama.” (HR Ahmad 20722, At-Turmudzi 1605 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Ini adalah hadist yang paling kuat perihal disyariatkannya aqiqah.
Syariat untuk jalankan aqiqah cuma bisa Moms temukan di hadist-hadist Nabi Muhammad SAW, dan tidak dijumpai di dalam ayat Al Qur’an.
Meski tidak tersedia Al-Qur’an, Ustadz Aris Munandar memberikan penjelasan bahwa seorang muslim tidak membeda-bedakan peraturan dalam Al Quran dan hadist sebab kita diperintahkan untuk taat kepada Nabi SAW sebagaimana kita taat kepada Allah dan ayat-ayat Al Qur’an.
“Aqiqah menjadi satu perihal yang sangat terkenal dan tak terpisahkan di tengah-tengah kehidupan beragama kaum muslimin. Dan para ulama di masa salaf membenci dan tidak menyukai mereka yang bisa jalankan aqiqah tetapi meninggalkan syariat aqiqah,” ujar Ustadz Aris Munandar.
Sedangkan untuk saat pelaksanaan aqiqah, Irsyad mengatakan, umumnya dilaksanakan terhadap hari ketujuh berasal dari kelahiran bayi. Ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW.
Diriwayatkan Samurah bin Jundub Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Setiap bayi digadaikan oleh aqiqahnya yang disembelih untuknya terhadap hati ketujuh, selanjutnya dicukur dan diberi nama.” (HR. An-Nasa’i).
Menilik berasal dari hadist shahih perihal aqiqah di atas, saat untuk jalankan aqiqah terhadap Si Kecil direkomendasi terhadap hari ketujuh sesudah kelahirannya.
Cara mengkalkulasi hari ketujuh adalah bersama dengan menyertakan hari kelahirannya. Misal, jikalau Si Kecil lahir di hari Senin, maka aqiqah bisa dilaksanakan di hari Minggu berikutnya.
Lalu, bagaimana jikalau tidak bisa jalankan aqiqah pas terhadap hari ketujuh? Apakah bisa dihari lainnya? Dalam sebuah hadist dikatakan, “Penyembelihan hewan aqiqah bisa hari yang ke-7, hari ke-14, atau hari ke-21.” Hadist ini dianggap sebagai hadist yang shahih oleh sebagian ulama.
Tata langkah aqiqah di hari ketujuh kelahiran memang bukan harga mati, ya, Moms.
Hari ketujuh sesudah kelahiran dianggap sebagai saat yang paling afdol.
“Jika tidak sangat mungkin dilaksanakan terhadap hari selanjutnya sebab tetap penat dan tidak sempat mengurusnya, aqiqah bisa dilaksanakan di hari ke-14 atau ke-21. Jika tetap tidak bisa juga, maka aqiqah bisa dilaksanakan kapan saja.,” tambah Ustadz Aris Munandar.
Aqiqah bisa dilaksanakan hingga tersedia kemampuan, lebih-lebih jikalau sudah dewasa sekalipun. Nabi SAW pun mengaqiqahi dirinya sendiri ketika Beliau sudah diutus menjadi seorang Nabi.
Riwayat ini terhitung menjadi dasar dibolehkannya seseorang untuk mengaqiqahi dirinya sendiri misalnya orang tuanya belum mengaqiqahi ketika kecil atau tidak punyai kebolehan untuk itu.